Pendamba redha-Nya

Pendamba redha-Nya

~ Music @ DimensiTintaku . .

Saturday, January 15, 2011

:: Detik kewafatan Rasulullah.. ::

Tiba-tiba dari luar pintu rumah terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk dan berkata, “Maaflah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang memalingkan wajahnya lalu menutup pintu.

Kemudian Fatimah kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah ayahku, orang itu baru pertama kali aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap wajah puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah. Lantas, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah bertanyakankan kepadanya, kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut roh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.



“Jibril, jelaskan apakah hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.


“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti kepulangan rohmu”
“Seluruh pintu syurga terbuka lebar menantikan kedatanganmu,” kata Jibril.
Namun pernyataan itu ternyata tidak dapat membuatkan Rasulullah lega, mata baginda masih tergambar raut kecemasan. “Apakah engkau tidak senang mendengar khabar ini?” tanya Jibril lagi.
“Khabarkan kepadaku bagaimanakah nasib umatku kelak?”
“Jangan khuatir, wahai Rasul Allah! Aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: “Kuharamkan syurga bagi sesiapa sahaja, kecuali setelah umat
Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan roh Rasulullah ditarik.

Kelihatan seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang berada disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

“Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?”
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal….” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, dek sakit yang tidak tertahankan lagi.

“Ya Allah, dahsyatnya maut ini.. Engkau timpakanlah sahaja semua seksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”


Tubuh Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, lalu Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis solati, wa maa malakat aimanukum
(“Peliharalah solat dan peliharalah orang-orang yang lemah di antara kamu.”)


Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat-sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

Ummatii,ummatii,ummatiii..” (“Umatku, umatku, umatku..”).
Dan, berakhirlah hidup seorang kekasih Allah yang membawa rahmat ke sekalian alam itu.


Kini persoalannya, mampukah kita mencintai Rasulullah seperti mana baginda mencintai kita?


Allahumma solli 'ala Muhammad..

No comments:

Post a Comment